Jumat, 23 Oktober 2015

Undang-UNdang 41 tentang Kehutanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
 



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa
Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi
umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga
kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi
mendatang;
b. bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran
rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara
optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana,
terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;
c. bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung
dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang
berdasarkan pada norma hukum nasional;
d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan
pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu ditetapkan
undang-undang tentang Kehutanan yang baru.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3419);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEHUTANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
5. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
6. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
7. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
10. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
11. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
12. Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.
13. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari
hutan.
14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
15. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
Bagian Kedua
Asas dan Tujuan
Pasal 2
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,
keterbukaan, dan keterpaduan.
Pasal 3
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan
berkelanjutan dengan:
a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
b. mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi
produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan
lestari;
c. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
d. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Penguasaan Hutan
Pasal 4
(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada
pemerintah untuk:
a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan;
b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan
sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan,
serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
(3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.
BAB II
STATUS DAN FUNGSI HUTAN
Pasal 5
(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:
a. hutan negara, dan
b. hutan hak.
(2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat.
(3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan
adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan
masih ada dan diakui keberadaannya.
(4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka
hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah.
Pasal 6
(1) Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a. fungsi konservasi,
b. fungsi lindung, dan
c. fungsi produksi.
(2) Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:
a. hutan konservasi,
b. hutan lindung, dan
c. hutan produksi.
Pasal 7
Hutan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari :
a. kawasan hutan suaka alam,
b. kawasan hutan pelestarian alam, dan
c. taman buru.
Pasal 8
(1) Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus.
(2) Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan
untuk kepentingan umum seperti:
a. penelitian dan pengembangan,
b. pendidikan dan latihan, dan
c. religi dan budaya.
(3) Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengubah fungsi
pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan
kawasan tertentu sebagai hutan kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGURUSAN HUTAN
Pasal 10
(1) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran
rakyat.
(2) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan penyelenggaraan:
a. perencanaan kehutanan,
b. pengelolaan hutan,
c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan
d. pengawasan.
BAB IV
PERENCANAAN KEHUTANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin
tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu,
serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah.
Pasal 12
Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. inventarisasi hutan,
b. pengukuhan kawasan hutan,
c. penatagunaan kawasan hutan,
d. pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan
e. penyusunan rencana kehutanan.
Bagian Kedua
Inventarisasi Hutan
Pasal 13
(1) Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang
sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap.
(2) Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan survei mengenai status
dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di
dalam dan di sekitar hutan.
(3) Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. inventarisasi hutan tingkat nasional,
b. inventarisasi hutan tingkat wilayah,
c. inventarisasi hutan tingkat daerah alian sungai, dan
d. inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan.
(4) Hasil inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara lain
dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber daya hutan,
penyusunan rencana kehutanan, dan sistem informasi kehutanan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengukuhan Kawasan Hutan
Pasal 14
(1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintahmenyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan.(2) Kegiatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untukmemberikan kepastian hukum atas kawasan hutan.Pasal 15(1) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui prosessebagai berikut:a. penunjukan kawasan hutan,b. penataan batas kawasan hutan,c. pemetaan kawasan hutan, dand. penetapan kawasan hutan.(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikanrencana tata ruang wilayah.Bagian KeempatPenatagunaan Kawasan HutanPasal 16(1) Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15,pemerintah menyelenggarakan penatagunaan kawasan hutan.(2) Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.Bagian KelimaPembentukan Wilayah Pengelolaan HutanPasal 17(1) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat:a. propinsi,b. kabupaten/kota, danc. unit pengelolaan.(2) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan denganmempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai,sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat danbatas administrasi pemerintahan.(3) Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi pemerintahan karenakondisi dan karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh Menteri.Pasal 18(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupanhutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan,manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30%(tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yangproporsional.Pasal 19(1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkanpada hasil penelitian terpadu.(2) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampakpenting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah denganpersetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.(3) Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasanhutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Bagian KeenamPenyusunan Rencana KehutananPasal 20(1) Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dan denganmempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan kondisi sosial masyarakat, pemerintah menyusunrencana kehutanan.(2) Rencana kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menurut jangka waktuperencanaan, skala geografis, dan menurut fungsi pokok kawasan hutan.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.BAB VPENGELOLAAN HUTANBagian KesatuUmumPasal 21Pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, meliputi kegiatan:a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dand. perlindungan hutan dan konservasi alam.Bagian KeduaTata Hutan dan Penyusunan Rencana PengelolaanPasal 22(1) Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untukmemperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.(2) Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe,fungsi dan rencana pemanfaatan hutan.(3) Blok-blok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi pada petak-petak berdasarkan intensitas danefisiensi pengelolaan.(4) Berdasarkan blok dan petak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disusun rencanapengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur denganPeraturan Pemerintah.Bagian KetigaPemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan HutanPasal 23Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk memperolehmanfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjagakelestariannya.Pasal 24Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagaralam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.Pasal 25Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman buru diatursesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 26(1) Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.(2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izinusaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.Pasal 27(1) Izin usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikankepada:a. perorangan,b. koperasi.(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapatdiberikan kepada:a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.(3) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapatdiberikan kepada:a. perorangan,b. koperasi.Pasal 28(1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan,izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usahapemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasilhutan bukan kayu.Pasal 29(1) Izin usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikankepada:a. perorangan,b. koperasi.(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapatdiberikan kepada:a. peraorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.(3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)dapat diberikan kepada:a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.(4) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapatdiberikan kepada:a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.(5) Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)dapat diberikan kepada:a. perorangan,b. koperasi.Pasal 30Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milikdaerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasalingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengankoperasi masyarakat setempat.Pasal 31(1) Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutandibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.(2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Pasal 32Pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga,memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.Pasal 33(1) Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.(2) Pemanenan dan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihidaya dukung hutan secara lestari.(3) Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud padaayat (2) diatur oleh Menteri.Pasal 34Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikankepada:a. masyarakat hukum adatb. lembaga pendidikan,c. lembaga penelitian,d. lembaga sosial dan keagamaan.Pasal 35(1) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal29, dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja.(2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal29 wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.(3) Setiap pemegang izin pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29hanya dikenakan provisi.(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur denganPeraturan Pemerintah.Pasal 36(1) Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuaidengan fungsinya.(2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidakmengganggu fungsinya.Pasal 37(1) Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sesuai denganfungsinya.(2) Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidakmengganggu fungsinya.Pasal 38(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanyadapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubahfungsi pokok kawasan hutan.(3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izinpinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentuserta kelestarian lingkungan.(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambanganterbuka.(5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dancakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DewanPerwakilan Rakyat.Pasal 39Ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.Bagian KeempatRehabilitasi dan Reklamasi HutanPasal 40Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkanfungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistempenyangga kehidupan tetap terjaga.Pasal 41(1) Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan:a. reboisasi,b. penghijauan,c. pemeliharaan,d. pengayaan tanaman, ataue. penerapan teknis konservasi tanah secara vegetatitf dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidakproduktif.(2) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di semua hutan dan kawasanhutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.Pasal 42(1) Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik.(2) Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatanpartisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.Pasal 43(1) Setiap orang yang memiliki, mengelola, dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidakproduktif, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi.(2) Dalam pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang dapat memintapendampingan, pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain ataupemerintah.Pasal 44(1) Reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliputi usaha untukmemperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsisecara optimal sesuai dengan peruntukannya.(2) Kegiatan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi inventarisasi lokasi, penetapanlokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.Pasal 45(1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkankerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yangditetapkan pemerintah.(2) Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izinpertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.(3) Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yangmengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminanreklamasi dan rehabilitasi.(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur denganPeraturan Pemerintah.Bagian KelimaPerlindungan Hutan dan Konservasi AlamPasal 46Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutandan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimaldan lestari.Pasal 47Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan olehperbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; danb. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasanhutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.Pasal 48(1) Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah.(3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29,serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.(4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.(5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakandalam upaya perlindungan hutan.(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat(5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Pasal 49Pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.Pasal 50(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasalingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasilhutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.(3) Setiap orang dilarang:a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;b. merambah kawasan hutan;c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.d. membakar hutan;e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hakatau izin dari pejabat yang berwenang;f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, ataumemiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambilatau dipungut secara tidak sah;g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengansurat keterangan sahnya hasil hutan;i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untukmaksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akandigunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yangberwenang;k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohondi dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan sertamembahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; danm. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidakdilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yangberwenang.(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwayang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 51(1) Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentusesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus.(2) Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenanguntuk:a. mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutandi dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan, dan hasil hutan;d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan, dan hasil hutan;e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepadayang berwenang; danf. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yangmenyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.BAB VIPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN LATIHAN SERTA PENYULUHAN KEHUTANANBagian KesatuUmumPasal 52(1) Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas yangbercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikandan latihan, serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan.(2) Dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhankehutanan, wajib memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional sertakondisi sosial budaya masyarakat.(3) Dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhankehutanan, pemerintah wajib menjaga kekayaan plasma nutfah khas Indonesia dari pencurian.Bagian KeduaPenelitian dan Pengembangan KehutananPasal 53(1) Penelitian dan pengembangan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuannasional serta budaya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan.(2) Penelitian dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurusanhutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan nilai tambah hasilhutan.(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kehutanan dilakukan oleh pemerintah dan dapatbekerjasama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat.(4) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung peningkatan kemampuan untukmenguasai, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan.Pasal 54(1) Pemerintah bersama-sama dengan dunia usaha dan masyarakat mempublikasikan hasil penelitiandan pengembangan kehutanan serta mengembangkan sistem informasi dan pelayanan hasilpenelitian dan pengembangan kehutanan.(2) Pemerintah wajib melindungi hasil penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanansesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(3) Izin melakukan penelitian kehutanan di Indonesia dapat diberikan kepada peneliti asing denganmengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.Bagian KetigaPendidikan dan Latihan KehutananPasal 55(1) Pendidikan dan latihan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitassumberdaya manusia kehutanan yang terampil, profesional, berdedikasi, jujur serta amanah danberakhlak mulia.(2) Pendidikan dan latihan kehutanan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yangmenguasai serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologidalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa.(3) Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kehutanan dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, danmasyarakat.(4) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselengaranya pendidikan danlatihan kehutanan, dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia.Bagian KeempatPenyuluhan KehutananPasal 56(1) Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sertamengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunankehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnyasumber daya hutan bagi kehidupan manusia.(2) Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.(3) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatanpenyuluhan kehutanan.Bagian KelimaPendanaan dan PrasaranaPasal 57(1) Dunia usaha dalam bidang kehutanan wajib menyediakan dana investasi untuk penelitian danpengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan.(2) Pemerintah menyediakan kawasan hutan untuk digunakan dan mendukung kegiatan penelitian danpengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan.Pasal 58Ketentuan lebih lanjut tentang penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, sertapenyuluhan kehutanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.BAB VIIPENGAWASANPasal 59Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaanpengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpanbalik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut.Pasal 60(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan.(2) Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kehutanan.Pasal 61Pemerintah berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang diselenggarakanoleh pemerintah daerah.Pasal 62Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pengelolaan danatau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.Pasal 63Dalam melaksanakan pengawasan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1),pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, danmelakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan.Pasal 64Pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan yangberdampak nasional dan internasional.Pasal 65Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan kehutanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.BAB VIIIPENYERAHAN KEWENANGANPasal 66(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepadapemerintah daerah.(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuanuntuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.BAB IXMASYARAKAT HUKUM ADATPasal 67(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannyaberhak:a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-harimasyarakat adat yang bersangkutan;b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidakbertentangan dengan undang-undang; danc. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat(1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.BAB XPERANSERTA MASYARAKATPasal 68(1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:a. memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku;b. mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasikehutanan;c. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dand. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsungmaupun tidak langsung.(3) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya aksesdengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibatpenetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(4) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagaiakibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.Pasal 69(1) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguandan perusakan.(2) Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan,dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau pemerintah.Pasal 70(1) Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan.(2) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidangkehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna.(3) Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat pemerintah dan pemerintah daerah dapatdibantu oleh forum pemerhati kehutanan.(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.BAB XIGUGATAN PERWAKILANPasal 71(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan kepenegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadappengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 72Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakan hutan sedemikianrupa sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansi pemerintah atau instansipemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kehutanan dapat bertindak untuk kepentinganmasyarakat.Pasal 73(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, organisasi bidang kehutanan berhakmengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan.(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus memenuhi persyaratan:a. berbentuk badan hukum;b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan tujuandidirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan; danc. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.BAB XIIPENYELESAIAN SENGKETA KEHUTANANPasal 74(1) Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilanberdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.(2) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan, maka gugatanmelalui pengadilan dapat dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatan antara para pihak yangbersengketa.Pasal 75(1) Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidanasebagaimana diatur dalam undang-undang ini.(2) Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatanmengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti-rugi, dan atau mengenai bentuk tindakantertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsi hutan.(3) Dalam penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat digunakan jasa pihak ketiga yang ditunjuk bersama oleh para pihak dan atau pendampinganorganisasi nonpemerintah untuk membantu penyelesaian sengketa kehutanan.Pasal 76(1) Penyelesaian sengketa kehutanan melalui pengadilan dimaksudkan untuk memperoleh putusanmengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti rugi, dan atau tindakan tertentu yang harusdilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.(2) Selain putusan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas keterlambatan pelaksanaan tindakantertentu tersebut setiap hari.BAB XIIIPENYIDIKANPasal 77(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai Negeri Sipiltertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenangkhusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.(2) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang untuk:a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaandengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yangmenyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayahhukumnya;d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkuthutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungandengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;f. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;g. membuat dan menanda-tangani berita acara;h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindakpidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai KitabUndang-undang Hukum Acara Pidana.BAB XIVKETENTUAN PIDANAPasal 78(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dendapaling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dandenda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda palingbanyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat(3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyakRp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dendapaling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4)atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dandenda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).(8) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i,diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).(9) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).(10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).(11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf l, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).(12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).(13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6),ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimanadimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran.(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabiladilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananyadijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidanasesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yangdijatuhkan.(15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alatangkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimanadimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.Pasal 79(1) Kekayaan negara berupa hasil hutan dan barang lainnya baik berupa temuan dan atau rampasandari hasil kejahatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilelang untukNegara.(2) Bagi pihak-pihak yang berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan Negara sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diberikan insentif yang disisihkan dari hasil lelang yang dimaksud.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.BAB XVGANTI RUGI DAN SANKSI ADMINISTRATIFPasal 80(1) Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam undang-undang ini, dengan tidakmengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkan kepada penanggungjawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yangditimbulkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lainyang diperlukan.(2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izinusaha pemanfaatan hasil hutan, atau izin pemungutan hasil hutan yang diatur dalam undangundang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal78 dikenakan sanksi administratif.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.BAB XVIKETENTUAN PERALIHANPasal 81Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undangundang ini.Pasal 82Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang telah ada,sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannyaperaturan pelaksanaan yang berdasarkan undang-undang ini.BAB XVIIKETENTUAN PENUTUPPasal 83Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini maka dinyatakan tidak berlaku:1. Boschordonnantie Java en Madoera 1927, Staatsblad Tahun 1927 Nomor 221, sebagaimana telahdiubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 168, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1934Nomor 63;2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (LembaranNegara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823).Pasal 84Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Disahkan di Jakarta,Pada tanggal 30 September 1999PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttd.BACHARUDDIN JUSUF HABIBIEDiundangkan di JakartaPada tanggal 30 September 1999MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,ttd.M U L A D ILEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 1999 NOMOR 167Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT KABINET RIKepala Biro Peraturan Perundang-undangan I,ttd.LAMBOCK V. NAHATTANDS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar