Makalah : PENGANTAR ILMU
KEHUTANAN
“PERAN
SEKTOR KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU UTARA”
Nama : SUSTANTRI
KELAS : A
UNIVERSITAS KHAIRUN
FAKULTAS PERTANIAN
POGRAM STUDI KEHUTANAN
2014
KATA PENGANTAR
A
|
ssalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penyusunan tidak akan sanggup di selesaikan dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang “ PERAN SEKTOR KEHUTANAN DI WILAYAH MALUKU UTARA “ yang sangat penting dalam pengkajian mata
kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan yang sedang saya geluti dalam suatu harapan
mendapatkan pengetahuan untuk membudidayakan HUTAN di wilayah maluku
utara ini, dengan memanfaatkan teknologi
informasi dalam proses pendalaman materi.
Demikian makalah ini saya buat semoga memberikan semangat generasi muda akan pentingnya Membudidayakan Hutan.
Demikian makalah ini saya buat semoga memberikan semangat generasi muda akan pentingnya Membudidayakan Hutan.
Ternate, 01 oktober 2014
Penyusun
Sustantri Ode Farok
Daftar Isi
1)
Kata Pengantar
...................................... 2
2) Daftar Isi
................................................. 3
3) Bab 1 pendahuluan :
a)
Latar
Belakang .....................................4
b) Tujuan .................................................6
4) Bab 11 isi
..................................................6
5) Bab 111 penutup ......................................
15
6) Daftar pustaka .........................................
16
Bab
1 pendahuluan :
A. LATAR
BELAKANG
Sektor
kehutanan telah berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi
Indonesia modern 1960-1990. Namun peran tersebut menurun drastis karena laju
kerusakan hutan yang terus meningkat dan konversi hutan menjadi perkebunan.
Ketiadaan sistem inventarisasi hutan skala nasional secara berkala yang
ditetapkan secara disiplin menjadi salah satu alasan mengapa laju kerusakan
hutan terus meningkat dan tidak terpantau.
Dalam
memanfaatkan hutan yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui
memerlukan sistem pengelolaan hutan yang bijaksana salah satunya ialah dengan
mengetrapkan prinsip kelestarian. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemahaman
tentang hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan perlu dihayati serta
dipahami oleh semua insan yang memanfaatkan hutan demi kehidupannya melalui
pengusaan ilmu dan seni serta teknologi hutan dan kehutanan.
Hutan
mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, sejak manusia lahir sampai
nanti masuk ke liang kubur manusia memerlukan produk yang dihasilkan dari
hutan. Hutan memberikan perlindungan dan naungan dan produk-produk yang
dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Demikian pula hutan merupakan
tempat hidupnya binatang liar dan sumber plasma nutfah yang semuanya juga
berguna bagi kelangsungan kehidupan manusia dijagad raya ini. Manusia
memperoleh produk seperti makanan, obat-obatan, kayu untuk bangunan dan kayu
bakar dan juga menikmati manfaat adanya pengaruh dari hutan yaitu iklim mikro
serta peranan hutan dalam mencegah erosi dan memelihara kesuburan tanah.
Sebagai contoh, misalnya dari kulit pohon Willow orang Yunani pada zaman dahulu
memanfaatkannya dengan cara dikunyah-kunyah sebagai obat pencegah rasa sakit,
dan sekarangpun ekstrak kulit pohon Willow merupakan bahan dasar untuk Aspirin.
Buah pohon Oak merupakan makanan pokok orang Indian disamping Jagung.
Masyarakat nelayan di Indonesia menggunakan kulit pohon Bakau untuk mengawetkan
jala. Masyarakat desa disekitar hutan Jati di Jawa memanfaatkan Ulat Jati
sebagai sumber protein hewani. Sedangkan pada waktu ini tidak kurang 10 000
produk yang dihasilkan dari kayu.
Munculnya
ilmu kehutanan tidak lepas dari kebutuhan manusia akan adanya manfaat dari hutan.
Areal hutan yang dahulunya menyelimuti seluruh daratan dunia dengan semakin
bertambahnya populasi penduduk dunia, sekarang mulai berkurang. Laju
degradasi areal hutan didaerah tropika tercatat rata-rata 800.000
Ha per tahun.
Jerman merupakan negara cikal bakalnya Ilmu
Kehutanan, misalnya KOSTLER dikenal sebagai orang pertama yang
berpendapat perlunya pendekatan ilmiah di kehutanan. Hal ini didasarkan kepada
fakta bahwa sangat sulit dalam mengelola hutan bila hanya didasarkan pada pengalaman
yang pendek, sedangkan ciri kegiatan kehutanan memerlukan jangka produksi yang
panjang. Buku yang berkaitan tentang hutan dikarang pada tahun 1713 oleh Hannss
Carl von CARLOWITZ dengan judul “Silvicultura oekonomika”. Pada abad ke
18 dengan makin tumbuhnya kehutanan dan makin pentingnya kehutanan dalam
perekonomian maka mazhab “Cameralism” mulai membicarakan tentang hutan. Mazhab
“cameralism” inilah yang membuat dasar sistematika pertama ilmu kehutanan.
Pemikiran lebih lanjut dalam penyelidikan ilmiah tentang penomena hutan berasal
dari aliran “pemburu lawan kehutanan” yaitu yang berasal dari pengalaman
lapangan penggembalaan dihutan . Perangsang dan ide juga datang dari ilmu
alamiah khususnya dari Perancis.
Pada akhir abad ke 18 komplitlah sintesa dari teori dan
praktik kehutanan yang ditulis oleh ahli kehutanan klasik seperti COTTA,
HARTIG, PFEIL, HUNDESHAGEN dan HEYER.
Ilmu
kehutanan dapat dikatakan merupakan penggabungan yang komplek dari berbagai
disiplin ilmu, khususnya ilmu biologi, ilmu alam, manajemen, ilmu sosial
dan politik. Ilmu-ilmu tersebut diramu sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan
bahwa kehutanan merupakan seni , ilmu dan praktek dalam mengelola sumber
daya hutan dan isinya untuk kesejahteraan umat manusia.
Pembangunan dengan daerah perkotaan sebagai pusat
pertumbuhan menciptakan kesenjangan pembangunan. Upaya percepatan pembangunan
di daerah terisolit mempunyai berbagai kenadala seperti infrastruktur yang
tersedia. Padahal, infrastruktur merupakan langkah awal untuk pembangunan di wilayah
terisolasi. Ketersediaan infrastruktur suatu wilayah meningkatkan
aksesibilitas, sehingga kegiatan ekonomi dapat lebih efisien. Menurut Bappenas
(Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) masalah utama pada
pembangunan wilayah dan membuka keterisolasian adalah kurangnya pembangunan
infrastruktur dan minimnya investasi. Investor lebih memilih berinvestasi di
wilayah perkotaan karena infrastruktur yang memadai.
Menurut
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), sebagian besar wilayah
tertinggal adalah wilayah yang gerografisnya berada di wilayah pedalaman, tepi
hutan, pegunungan, atau gugusan pulau yang tidak memiliki akses ke daerah yang
pembangunannya lebih maju. Terdepat beberapa masalah pengembangan daerah
terpencil dan terisolir di Indonesia, seperti 1.) Terbatasnya ketersediaan
infrastruktur, 2.) Rendahnya koordinasi antarsektor, dan 3.) Kurangnya
pemerintah dan pemerintah daerah mengenai pembangunan wilayah terpencil.
Penyebab rendahnya perhatian
B. TUJUAN
Tujuan
pembuatan makalah yang saya buat terkait peran
sektor kehutanan dalam pembangunan kehutanan di wilayah maluku utara ini :
1.
Agar
mahasiswa/i dan dosen maupun berbagai lapisan masyarakat lebih meningkatkan
kepedulian terhadap hutan.
2.
Lebih
meningkatkan kesadaran manisia terhadap pentingnya pelestarian Hutan.
3. Pembudidayaan hasil hutan,
BAB
ii ISI :
1. Pengertian
umum
Pada
hakekatnya hutan merupakan perwujudan dari lima unsur pokok yang terdiri dari
bumi, air, alam hayati, udara dan sinar matahari (Rimbawan Indonesia,1966).
Kelima unsur pokok inilah yang dinamakan PANCA DAYA. Sehingga menurut rimbawan
Indonesia memanfaatkan hutan sebenarnya mengarahkan Panca Daya ini kepada suatu
bentuk tertentu pada tempat dan waktu yang diperlukan untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia lahir dan bathin sebesar mungkin tanpa mengabaikan aspek
kelestarian.
Hutan
jadinya dapat disebut suatu areal diatas permukaan bumi yang ditumbuhi
pohon-pohon agak rapat dan luas sehingga pohon-pohon dan tumbuhan lainnya serta
binatang-binatang yang hidup dalam areal tersebut memiliki hubungan
antara satu dan lainnya das membentuk perseketuan hidup alam hayati dan
lingkungannya (Junus dkk, 1984). Secara ringkas batasan hutan ialah komunitas
tumbuh-tumbuhan dan binatang yang terutama terdiri.
Salah satu sektor yang dapat dikembangkan untuk
membuka dan membangun daerah terisolir adalah sektor kehutanan. Harus kita akui
bahwa pembangunan sektor kehutanan telah memberikan kontribusi besar dalam
pembangunan infrastruktur jalan yang dilakukan oleh perusahaan pemegang HPH
(Hak Pengusahaan Hutan) atau perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Pembangunan jalan tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh perusahaan untuk
distribusi pengangkutan dan pengelolaan hutan, tetapi juga digunakan oleh
masyarakat sebagai sarana transportasi, Dengan meningkatnya intensitas kegiatan
perhutanan pada tahun 80-am sampai sekarang, jumlah jalan hutan yang dibangun
semakin bertambah. Penambahan tersebut menghubungkan darah terisolasi dan
daerah yang lebih berkembang, juga menghubungkan daerah-daerah terisolasi
lainnya.
Perkembangan
infrastruktur jalan hutan dihitung dengan menggunakan kerapatan jalan
hutan, yaitu menghitung rata-rata panjang jalan hutan per satuan luas. Besarnya
kerapatan jalan bergantung pada jenis pengusahaan hutan (HPH berkisar antara
10-25 m/ha dan HTI berkisar antara 9-13 m/ha) (Elias 2008; dan Budiman
2003). Dari perhitungan tersebut didapatkan bahwa perkiraan panjang hutan di
Indonesia adalah sepanjang 351.960 km (data tahun 2008). Lebih panjang
dari jalan umum yang dibuat dari pemerintah yang hanya sebesar 246.094.
2. Fungsi Strategis Hutan
Kontribusi
kehutanan yang terbesar dalam kehidupan ini adalah keberadaan hutan yang
berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan. Fungsi hutan tersebut diwujudkan
dalam bentuk kemampuan hutan untuk mengatur tata air, iklim mikro, penyerapan
karbon, dan sebagai sumber plasma nutfah.
Terkait fungsi hutan sebagai pengatur tata air, maka kebutuhan air akan terganggu apabila keberadaan hutan mengalami kerusakan. Gangguan kebutuhan air tersebut saat ini sudah mulai terasa, yaitu dengan terjadinya kerusakan fungsi hidro-orologis hutan oleh berbagai sebab, yang membuat cadangan air tanah untuk mendukung sistem irigasi semakin berkurang.
Kerusakan hutan yang terjadi saat ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, yang mengancam keberlanjutan pertanian pangan. Kekeringan yang terjadi pada tahun 2008 telah menyebabkan lebih dari 20 ribu ha areal tanaman padi yang tersebar di berbagai kabupaten, baik di Jawa maupun Sumatera mengalami puso. Jika kondisi tersebut tidak kita tangani, maka tujuan ketahanan pangan nasonal tidak akan tercapai dengan optimal. Oleh karena itu peran hutan sebagai pengatur tata air sangat penting artinya dalam pengendalian fungsi hidro-orologis, yaitu sebagai penyerap, penyimpan, penghasil dan pendistribusi air.
Fungsi hutan yang lain dan sangat vital adalah pengatur iklim mikro maupun makro. Kerusakan hutan yang terjadi selama ini diyakini telah menyebabkan perubahan iklim secara global. Pengaruh perubahan iklim tersebut sangat terasa dari setiap sisi kehidupan, bahkan perubahan iklim yang terasa sejak tahun 2010 dan 2011 sudah mengganggu musim tanam bagi petani di Indonesia. Anomali cuaca berupa curah hujan yang tinggi akibat perubahan iklim sepanjang tahun 2010 membuat banyak tanaman padi mengalami kerusakan, dan gagal panen.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hutan sebagai tempat berdirinya berbagai komunitas manusia mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam mendukung akses pangan menuju ketahanan pangan nasional.
Terkait fungsi hutan sebagai pengatur tata air, maka kebutuhan air akan terganggu apabila keberadaan hutan mengalami kerusakan. Gangguan kebutuhan air tersebut saat ini sudah mulai terasa, yaitu dengan terjadinya kerusakan fungsi hidro-orologis hutan oleh berbagai sebab, yang membuat cadangan air tanah untuk mendukung sistem irigasi semakin berkurang.
Kerusakan hutan yang terjadi saat ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, yang mengancam keberlanjutan pertanian pangan. Kekeringan yang terjadi pada tahun 2008 telah menyebabkan lebih dari 20 ribu ha areal tanaman padi yang tersebar di berbagai kabupaten, baik di Jawa maupun Sumatera mengalami puso. Jika kondisi tersebut tidak kita tangani, maka tujuan ketahanan pangan nasonal tidak akan tercapai dengan optimal. Oleh karena itu peran hutan sebagai pengatur tata air sangat penting artinya dalam pengendalian fungsi hidro-orologis, yaitu sebagai penyerap, penyimpan, penghasil dan pendistribusi air.
Fungsi hutan yang lain dan sangat vital adalah pengatur iklim mikro maupun makro. Kerusakan hutan yang terjadi selama ini diyakini telah menyebabkan perubahan iklim secara global. Pengaruh perubahan iklim tersebut sangat terasa dari setiap sisi kehidupan, bahkan perubahan iklim yang terasa sejak tahun 2010 dan 2011 sudah mengganggu musim tanam bagi petani di Indonesia. Anomali cuaca berupa curah hujan yang tinggi akibat perubahan iklim sepanjang tahun 2010 membuat banyak tanaman padi mengalami kerusakan, dan gagal panen.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hutan sebagai tempat berdirinya berbagai komunitas manusia mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam mendukung akses pangan menuju ketahanan pangan nasional.
3. MANFAAT HUTAN BAGI MANUSIA
Membicarakan manfaat hutan
bagi manusia maka dapat dikatakan bahwa hutan memberikan manfaat langsung
dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung ialah manfaat dari hutan yang
dapat langsung dinikmati oleh masyarakat seperti kayu, rotan, obat-obatan,
buah-buahan, binatang buruan, damar, kulit kayu. Sedangkan manfaat tidak
langsung merupakan manfaat dari fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan
pemelihara kesuburan tanah atau manfaat hidro-orologis dari hutan. Manfaat
estetika, rekreasi, ilmu pengetahuan dan pengaruh hutan terhadap iklim.
Secara lebih rinci Hadipurnomo (1989) menguraikan
manfaat kehadiran hutan di dunia bagi manusia yang berupa produksi hasil hutan
dan jasa sebagai berikut:
a.
Produksi hasil hutan meliputi antara lain :
a) Kayu, meliputi kayu bakar, pertukangan,
industri.
b) Kulit kayu
c) Rotan
d) Getah, yang dapat diolah menjadi:
(1) Gondorukem
(2) Terpentin
(3) Kopal
(4) Kemenyan
(5) balsem
e) Minyak atsiri, antara lain :
(1) minyak kayu putih
(2) minyak eukaliptus
f) Daun, antara lain :
(1) daun murbei untuk makanan ulat sutera
(2) daun lamtoro, kaliandra untuk makanan ternak
(3) daun jati, untuk pembungkus
g) Buah, misalnya tengkawang untuk bahan kosmetika.
b. Jasa
yang berupa :
a)
Pengendali lingkungan seperti :
(1)
pengendali bahaya banjir dan erosi
(2) reservoir alam
(3) perlindungan terhadap angin
(4) pembersih polusi udara
(5) paru-paru tempat pemukiman
b)
Meningkatkan kesejaheraan dan kenyamanan hidup :
(1)
membuat iklim mikro menjadi nyaman
(2) keindahan alam: Taman nasional, wisata
(3) mengurangi kebisingan suara ( kota, pabrik dsb)
(4) mengurangi silau cahaya matahari, lampu mobil dsb.
4.
Potensi Pangan Dari Hutan
Selama ini hutan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mendukung penyediaan pangan (food production) bagi masyarakat. Melalui kekayaan alam hayatinya, hutan menyimpan potensi plasma nutfah flora dan fauna yang mampu mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan obat-obatan, karena dari hutan dapat memproduksi sumber pangan berkualitas. Selain tumbuhan sumber karbohidrat yang berkembang dari bawah sampai ke atas lahan, hutan juga menyimpan keragaman sumber pangan protein, lemak, vitamin dan mineral yang berasal dari tumbuhan dan satwa.
Kontribusi sektor kehutanan dalam penyediaan pangan secara tradisional telah berkembang di Indonesia. Kita mengenal berbagai produk dari hutan yang sangat besar manfaatnya bagi penyediaan pangan masyarakat, seperti umbut rotan, umbi-umbian, satwa, madu, buah-buahan, dll. Bahkan sebagian produk hutan tersebut sudah menjadi komoditas ekspor, seperti porang, yang saat ini semakin banyak dikembangkan. Kita juga banyak mengenal obat-obatan dari hutan, seperti pasak bumi, yang bermanfaat untuk menjaga stamina sehingga tetap bugar. Berbagai macam produk hutan tersebut merupakan kontribusi langsung dari hutan terhadap penyediaan pangan dan kesehatan yang nilainya cukup besar.
Di samping kontribusi yang bersifat langsung, pemanfaatan hutan dalam penyediaan pangan juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan kawasan hutan untuk memproduksi sumber pangan. Pemanfaatan kawasan hutan, khususnya pada hutan produksi, zona pemanfaatan taman nasional, atau hutan lindung, sudah banyak dilakukan bersama masyarakat untuk pengembangan komoditas pangan, obat-obatan, dan energi. Kegiatan agroforestry, silvofishery, dan silvopastura sudah banyak dikembangkan pada berbagai wilayah dan secara nyata sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyediaan pangan nasional.
Sejak tahun 1998 hingga tahun 2010, luas kontribusi pangan dari sektor kehutanan mencapai lebih dari 16,43 juta hektar, dengan luas rata-rata mencapai 6,341 juta hektar/tahun dalam bentuk kegiatan tumpangsari pada kegiatan rehabilitasi hutan, pembuatan hutan tanaman, hutan rakyat, dll. Tingkat produksi pangan yang telah dihasilkan mencapai lebih dari 9 juta ton atau setara pangan per tahun dari jenis padi, jagung, kedelai, dll. Walaupun produksi pangan dari hutan cukup besar, namun belum tercatat dalam data statistik nasional.
5. Kontribusi Ekonomi Dari Hutan
Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, Kementerian Kehutanan telah mencadangkan areal pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 657.117,73 Ha yang tersebar pada 104 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dan telah diterbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTR) oleh para Bupati seluas 157.254,91 Ha pada 37 Kabupaten, dan sebanyak 67 Kabupaten yang telah mendapat pencadangan belum diterbitkan IUPHHK.
Untuk Propinsi Lampung, telah diterbitkan pencadangan areal HTR di Kab. Lampung Barat seluas 24.835 Ha, atau setelah diverifikasi oleh BPKH Palembang luas netto menjadi sekitar 22.772 Ha dan telah diterbitkan IUPHHK HTR kepada 5 Koperasi di Lampung Barat seluas 14.709 Ha, dimana Menteri Kehutanan memberikan catatan khusus ada koperasi yang perlu dinilai kembali apakah memang berhak atau tidak penerbitan ijin HTR tersebut. Agar ijin tersebut tidak disalahgunakan kepada yang tidak berhak, maka Menteri Kehutanan menerbitkan Permenhut No.P 55 Tahun 2011 bahwa izin HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat dan kembali ke filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008.
Selain HTR, yang sifatnya usaha untuk membangun kewirausahaan, Kementerian Kehutanan juga mengembangkan program pemberdayaan masyarakat setempat melalui HKm, tahun 2010-2014 seluas 2 juta ha, dan HD seluas 500 ribu ha di kawasan hutan lindung dan hutan produksi, agar manfaat untuk kesejahteraan masyarakat tercapai dengan tetap menjaga fungsi hutan lindung. Adapun pelaksanaan HKM di Provinsi Lampung sampai dengan Tahun 2011 seluas 36.393 Ha meliputi 4 kabupaten, yaitu: Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Lampung Utara.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, ditempuh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, melalui program Desa Konservasi. Program Desa Konservasi merupakan implementasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, antara lain berupa: peningkatan kapasitas, bantuan ekonomi, penguatan kelembagaan, konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, atau bantuan bibit pohon. Selain program-program yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan, Kementerian Kehutanan juga mendorong program Hutan Rakyat (Hutan Milik) bermitra dengan industri perkayuan yang ada di sekitarnya. Model ini sukses, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan pola ini kebutuhan bahan baku industri kayu dari hutan alam terus dikurangi dan petani meningkat kesejahteraannya.
Selama ini hutan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mendukung penyediaan pangan (food production) bagi masyarakat. Melalui kekayaan alam hayatinya, hutan menyimpan potensi plasma nutfah flora dan fauna yang mampu mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan obat-obatan, karena dari hutan dapat memproduksi sumber pangan berkualitas. Selain tumbuhan sumber karbohidrat yang berkembang dari bawah sampai ke atas lahan, hutan juga menyimpan keragaman sumber pangan protein, lemak, vitamin dan mineral yang berasal dari tumbuhan dan satwa.
Kontribusi sektor kehutanan dalam penyediaan pangan secara tradisional telah berkembang di Indonesia. Kita mengenal berbagai produk dari hutan yang sangat besar manfaatnya bagi penyediaan pangan masyarakat, seperti umbut rotan, umbi-umbian, satwa, madu, buah-buahan, dll. Bahkan sebagian produk hutan tersebut sudah menjadi komoditas ekspor, seperti porang, yang saat ini semakin banyak dikembangkan. Kita juga banyak mengenal obat-obatan dari hutan, seperti pasak bumi, yang bermanfaat untuk menjaga stamina sehingga tetap bugar. Berbagai macam produk hutan tersebut merupakan kontribusi langsung dari hutan terhadap penyediaan pangan dan kesehatan yang nilainya cukup besar.
Di samping kontribusi yang bersifat langsung, pemanfaatan hutan dalam penyediaan pangan juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan kawasan hutan untuk memproduksi sumber pangan. Pemanfaatan kawasan hutan, khususnya pada hutan produksi, zona pemanfaatan taman nasional, atau hutan lindung, sudah banyak dilakukan bersama masyarakat untuk pengembangan komoditas pangan, obat-obatan, dan energi. Kegiatan agroforestry, silvofishery, dan silvopastura sudah banyak dikembangkan pada berbagai wilayah dan secara nyata sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyediaan pangan nasional.
Sejak tahun 1998 hingga tahun 2010, luas kontribusi pangan dari sektor kehutanan mencapai lebih dari 16,43 juta hektar, dengan luas rata-rata mencapai 6,341 juta hektar/tahun dalam bentuk kegiatan tumpangsari pada kegiatan rehabilitasi hutan, pembuatan hutan tanaman, hutan rakyat, dll. Tingkat produksi pangan yang telah dihasilkan mencapai lebih dari 9 juta ton atau setara pangan per tahun dari jenis padi, jagung, kedelai, dll. Walaupun produksi pangan dari hutan cukup besar, namun belum tercatat dalam data statistik nasional.
5. Kontribusi Ekonomi Dari Hutan
Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, Kementerian Kehutanan telah mencadangkan areal pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 657.117,73 Ha yang tersebar pada 104 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dan telah diterbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTR) oleh para Bupati seluas 157.254,91 Ha pada 37 Kabupaten, dan sebanyak 67 Kabupaten yang telah mendapat pencadangan belum diterbitkan IUPHHK.
Untuk Propinsi Lampung, telah diterbitkan pencadangan areal HTR di Kab. Lampung Barat seluas 24.835 Ha, atau setelah diverifikasi oleh BPKH Palembang luas netto menjadi sekitar 22.772 Ha dan telah diterbitkan IUPHHK HTR kepada 5 Koperasi di Lampung Barat seluas 14.709 Ha, dimana Menteri Kehutanan memberikan catatan khusus ada koperasi yang perlu dinilai kembali apakah memang berhak atau tidak penerbitan ijin HTR tersebut. Agar ijin tersebut tidak disalahgunakan kepada yang tidak berhak, maka Menteri Kehutanan menerbitkan Permenhut No.P 55 Tahun 2011 bahwa izin HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat dan kembali ke filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008.
Selain HTR, yang sifatnya usaha untuk membangun kewirausahaan, Kementerian Kehutanan juga mengembangkan program pemberdayaan masyarakat setempat melalui HKm, tahun 2010-2014 seluas 2 juta ha, dan HD seluas 500 ribu ha di kawasan hutan lindung dan hutan produksi, agar manfaat untuk kesejahteraan masyarakat tercapai dengan tetap menjaga fungsi hutan lindung. Adapun pelaksanaan HKM di Provinsi Lampung sampai dengan Tahun 2011 seluas 36.393 Ha meliputi 4 kabupaten, yaitu: Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Lampung Utara.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, ditempuh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, melalui program Desa Konservasi. Program Desa Konservasi merupakan implementasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, antara lain berupa: peningkatan kapasitas, bantuan ekonomi, penguatan kelembagaan, konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, atau bantuan bibit pohon. Selain program-program yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan, Kementerian Kehutanan juga mendorong program Hutan Rakyat (Hutan Milik) bermitra dengan industri perkayuan yang ada di sekitarnya. Model ini sukses, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan pola ini kebutuhan bahan baku industri kayu dari hutan alam terus dikurangi dan petani meningkat kesejahteraannya.
Kehutanan / Forestry
Produksi Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu Di Maluku Utara, 2013
Wood
and Non Wood Production in Maluku Utara, 2013.
Table
Komoditi/Commodity
|
Satuan/Unit
|
2013
|
||
A . PRODUKSI KAYU/Wood Production
1. Dari Hak Penguasaan Hutan/
From Forest Concession Rights
2. Non Hak Penguasaan Hutan/
From Non Forest Concession Rights
3. Kayu Olahan/
Processed Wood
B . PRODUKSI NON KAYU/Non Wood
Production
1. Rotan/
Cane
2. Rotan Batang/
Bar Cane
3. Damar/Kopal/
Resin
4. Kemedangan/
Kemedangan
|
M3
M3
M3
Ton
Ton
Ton
Ton
|
167, 19
9 307,00
|
||
Luas Kawasan Hutan menurut Fungsi Hutan dan Kabupaten/Kota di
Maluku Utara, 2008
Forest Area by Kind of
Function and Regency/City in Maluku Utara, 2008
Tabel ;
Hutan Konservasi Conservation Forest
|
|||||||
Kabupaten/Kota
Regency/City
|
Cagar
Alam
Preserve
|
Taman
Nasional
National Park
|
Hutan
Lindung
Protected
Forest
|
Hutan
Lindung
Protected
Forest
|
|||
Halmahera Barat
Halmahera Tengah
Kepulauan Sula
Halmahera Selata
Halmahera Utara
Halmahera Timur
Ternate
Tidore Kepulauan
|
-
-
9
500
38
500
-
-
-
-
|
-
77
100
-
-
-
90
200
-
-
|
79
500
51
150
44
750
105
750
145
500
101
025
2
500
-
|
26 100
62 100
33000
218
100
163 000
161 550
-
32 500
|
|||
contoh
peran sektor kehutanan
budidaya tanaman bakau
salah satu kepedulian sektor kehutana
terhadap hancurnya hutan mangrof di pesisir pantai kabupaten pulau Taliabu, Maluku utara. Khusunya desa TUBANG yang
berpotensi sebagai tempat pembudidayaan mangrof..
lahan yang mengalami kerusakan
Salah satu tempat budidaya mangrof di
desa tubang
Mangrof tidak hanya untuk desa tubang
semata, Namun di di distribusi ke desa desa lainya.
Bab III penutup :
Optimalisasi
sektor kehutanan untuk mendukung ketahanan pangan dilakukan melalui strategi
pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Kebijakan sektor kehutanan dilakukan
untuk mengoptimalkan pembangunan kehutanan dalam mengantisipasi isu strategis
penyediaan pangan yang terjadi, antara lain : penyediaan lahan dan pengelolaan
keragaman hayati sebagai sumberdaya genetik pangan, dan peningkatan peran para
pihak dalam kontribusi penyediaan pangan. Strategi yang ditempuh untuk menjaga
kelangsungan fungsi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan dilakukan dalam
rangka menjamin hutan agar tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai pengatur
tata air, pengatur iklim mikro, dan menjaga keanekaragaman hayati. Pencapaian
stategi tersebut dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mampu meningkatkan
kontribusi sektor kehutanan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Daftar pustaka :
Sumber
: Dinas Kehutanan Provinsi Maluku
Utara
Sumber: Data pada tabel di atas diolah dari data
Departemen Kehutanan tahun 2013.